Selasa, 10 Januari 2012

hirup pikuk kemcetan di Jakarta

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia, berdasarkan catatan resmi catatan sipil, tahun 2007, jumlah penduduk Jakarta adalah 7.706.392 jiwa, sedangkan berdasarkan perkiraan, pada siang hari, penduduk Jakarta bisa mencapai 12 juta jiwa. Mobilitas penduduk Jakarta yang sangat cepat dan massal ini membutuhkan dukungan infrastuktur transportasi yang modern dan massal pula. pengertian modern dan massal di sini adalah sebuah system transfortasi yang cepat, aman, efisien, dan berkapasitas menampung banyak orang. Persoalan Transportasi di Jakarta Konfigurasi dari persoalan pokok transportasi di Jakarta adalah kapasitas jalan tidak sebanding dengan jumlah kendaraan (pribadi dan umum) yang menggunakannya. jumlah kendaraan yang beroperasi di jalan-jalan Jakarta untuk tahun 2007 dihitung sebanyak 7.773.957 yang terdiri dari; kendaraan sepeda motor 5.136.619 unit, mobil sebanyak 1.816.702 unit, kendaraan bus berjumlah 316.896, dan 503.740 untuk jenis kendaraan lainnya. Dari total tersebut, kendaraan umum hanya berjumlah 2% dari seluruh kendaraan dijakarta. Rasio perbandingan kendaraan pribadi dan kendaraan umum adalah 98% berbading 2%, sebuah perbandingan dari volume penggunaan jalan yang didominasi kendaraan pribadi. Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bambang Susantono, mengacu pada kajian Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (SITRAMP 2004), menyebutkan kerugian akibat kemacetan lalu-lintas di DKI Jakarta mencapai Rp 8,3 triliun.
B. Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah makalah ini adalah kemacetan di wilayah Jakarta, yang meliputi dampak negatif, peran pemerintah maupun peran masyarakat, solusi kemacetan.
C. Pokok Permasalahan
Dengan melihat latar belakang diatas,tampak bahwa kemacetan sangat merugikan dan merupakan permasalahan cukup luas,agar pokok masalah yang dikaji menjadi lebih jelas maka penulis menetapkan pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Apa penyebab kemacetan?
2. Bagaimana cara mengatasi kemacetan?

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadi kemacetan
b) Untuk mengetahui cara mengatasi kemacetan tersebut
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki arti khusus karena sangat berguna untuk menambah pengalaman dan memperluas wawasan keilmuan penulis mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadi kemacetan dan bagaimana caranya agar kita bisa terhindar dari kemacetan tersebut.






BAB II
Landasan teori
A. pengertian dan dampak negatif kemacetan
Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintasyang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk, misalnya Jakarta dan Bangkok.
Kemacetan lalu lintas menjadi permasalahan sehari-hari di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Kemacetan lalu lintas memberikan dampak negatif yang besar, antara lain:
• Kerugian waktu, karena kecepatan perjalanan yang rendah.
• Pemborosan energi, karena pada kecepatan rendah konsumsi bahan bakar lebih rendah.
• Kehausan kendaraan lebih tinggi, karena waktu yang lebih lama untuk jarak yang pendek, radiator tidak berfungsi dengan baik dan penggunaan rem yang lebih tinggi,
• Meningkatkan polusi udara karena pada kecepatan rendah konsumsi energi lebih tinggi, dan mesin tidak beroperasi pada kondisi yang optimal.
• Meningkatkan stress pengguna jalan.
• Mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya.
Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam), atau dengan mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan digunakan satuan mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam perhitungan kapasitas maka kapasitas menggunakan satuan satuan mobil penumpangper jam atau (smp)/jam.

Pada saat arus rendah kecepatan lalu lintas kendaraan bebas tidak ada gangguan dari kendaraan lain, semakin banyak kendaraan yang melewati ruas jalan, kecepatan akan semakin turun sampai suatu saat tidak bisa lagi arus/volume lalu lintas bertambah, disinilah kapasitas terjadi. Setelah itu arus akan berkurang terus dalam kondisi arus yang dipaksakan sampai suatu saat kondisi macet total, arus tidak bergerak dan kepadatan tinggi.
B . Sebab-sebab Kemacetan
Kemacetan disebabkan yang terjadi di Jakarta oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak adanya pelebaran jalan. Sedangkan jumlah kendaraan bermotor terus bertambah dari tahun ke tahun.
2. Makin mudahnya seseorang untuk dapat membeli kendaraan, ini ditunjang pula oleh sistem perkreditan. Juga kota Jakarta sebagai tujuan migrasi membuat padat kota ini.
3. Perilaku kendaraan umum menaikkan dan menurunkan di sembarang tempat. Sering kali juga menaikkan atau menurunkan penumpang di tengah jalan karena sopirnya malas menepi!
4. Banyaknya angkutan umum yang sembarangan berhenti dijalan untuk menunggu penumpang juga merupakan penyebab dari kemacetan.
5. Hujan, cukup setengah jam saja bisa membuat Jakarta macet total. Karena sistem tata kota yang kurang apik. Alasan lainnya semua memilih naik mobil sendiri dan pada akhirnya mempersempit jalan sehingga membuat kemacetan yang panjang.
6. Kesalahan teknis seperti lampu lalu lintas yang mati. Ataupun ada kendaraan yang mogok di tepi atau tengah jalan.
7. Persimpangan tanpa lampu lalu lintas.
8. Rendahnya disiplin kita semua. Baik pemilik mobil, motor, sopir kendaraan umum, penumpang kendaraan umum, pengguna jalan, pedagang kaki lima. Semua turut mempunyai andil dalam kemacetan di Jakarta.
C. Penyelesaian Kemacetan
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas yang harus dirumuskan dalam suatu rencana yang komprehentip yang biasanya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Peningkatan Kapasitas
Salah satu langkah yang penting dalam memecahkan kemacetan adalah dengan meningkatkan kapasitas jalan/parasarana seperti:
1. Memperlebar jalan, menambah lajur lalu lintas sepanjang hal itu memungkinkan,
2. Merubah sirkulasi lalu lintas menjadi jalan satu arah,
3. Mengurangi konflik dipersimpangan melalui pembatasan arus tertentu, biasanya yang paling dominan membatasi arus belok kanan.
4. Meningkatkan kapasitas persimpangan melalui lampu lalu lintas, persimpangan tidak sebidang/flyover,
5. Mengembangkan inteligent transport sistem.

2. Keberpihakan Kepada Angkutan Umum
Untuk meningkatkan daya dukung jaringan jalan dengan adalah mengoptimalkan kepada angkutan yang efisien dalam penggunaan ruang jalan antara lain:
1. Pengembangan jaringan pelayanan angkutan umum
2. Pengembangan lajur atau jalur khusus bus ataupun jalan khusus bus yang di Jakarta dikenal sebagaibBusway.
3. Pengembangan kereta api kota, yang dikenal sebagai metro di Perancis, Subway di Amerika.
4. Subsidi langsung seperti yang diterapkan pada angkutan kota di Transjakarta, Batam ataupun Jogjakarta maupun tidak langsung melalui keringanan pajak kendaraan bermotor, bea masuk kepada angkutan umum.
3. Pembatasan Kendaraan Pribadi
Langkah ini biasanya tidak populer tetapi bila kemacetan semakin parah harus dilakukan manajemen lalu lintas yang lebih ekstrim sebagai berikut:
1. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi menuju suatu kawasan tertentu seperti yang direncanakan akan diterapkan di Jakarta melalui Electronic Road Pricing (ERP). ERP berhasil dengan sangat sukses di Singapura, London, Stokholm. Bentuk lain dengan penerapan kebijakan parkir yang dapat dilakukan dengan penerapan tarip parkir yang tinggi di kawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya, ataupun pembatasan penyediaan ruang parkir dikawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya
2. Pembatasan pemilikan kendaraan pribadi melalui peningkatan biaya pemilikan kendaraan, pajak bahan bakar, pajak kendaraan bermotor, bea masuk yang tinggi.
3. Pembatasan lalu lintas tertentu memasuki kawasan atau jalan tertentu, seperti diterapkan di Jakarta yang dikenal sebagai kawasan 3 in 1 atau contoh lain pembatasan sepeda motor masuk jalan tol, pembatasan mobil pribadi masuk jalur busway.





















BAB III
Metode Penelitian
A. Metode Penelitian
Suatu peneliatian ilmiah diperlukan adanya langkah-langkah yang sistematis dalam Pelaksanaannya agar diperoleh data yang cukup relevan dan dapt mendukung objektifitas pembahasan.metode penelitian adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data berdasarkan pada pendapat Suharmini Arikunto.dalam menyusun penulisan ilmiah ini,penulis menggunakan metode penelitian deskiptif yang menggambarkan keadaan pada saat penelitian dengan cara mengumpulkan data dan menganalisisnya sehingga diperoleh perumusan analisa terhadap maslah yang sebenarnya dihadapi.metode deskiptif adalah gambaran atau lukisan secara sistematis,factual,dan akurat menegani fakta-fakta,sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.(M.Nazir,1989:63)
B. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian lapangan .Peneliatian lapangan yaitu melakukan penelitioan lapangan secara langsung dengan cara yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penulis langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data-data yang diperlukan.pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner yang berupa daftar pertanyaan kepada para responden,untuk memperoleh data yang dibutuhkan .






BAB IV
Analisis dan Pembahasan
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan di jalan di Jakarta .sebelum membahas hasil temuan yang diperoleh peneliti, akan dikemukakan gambaran umum tentang wilayah yang menjadi objek kajian .hal ini dilakukan untuk memeberikan gambaran awal tentang kondisi wilayah tersebut.
A sejarah singkat Jakarta
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972).
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 9.588.198 jiwa (2010).[5] Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.
Nama Jakarta digunakan sejak masa penjajahan Jepang tahun 1942, untuk menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda tahun 1905.[8] Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta (Dewanagari जयकृत), yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota kejayaan", namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha".
Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis João de Barros dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan "Xacatara dengan nama lain Caravam (Karawang)".[9] Sebuah dokumen (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah wong Jaketra,[10] demikian pula nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten[11] dan Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47)[12] sebagaimana diteliti Hoessein Djajadiningrat.[13] Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).[14]
Sunda Kelapa (397–1527)
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kelapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Jayakarta (1527–1619)
Bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk syahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.


Batavia (1619–1942)


Pasukan Pangeran Jayakarta menyerahkan tawanan Belanda kepada Pangeran Jayakarta
Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abat ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman kolinialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.
Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.[15] Dengan selesainya Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja atau gemeente, yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.[16]
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jakarta (1942–Sekarang)
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Jakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.[17]
Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum Perumnas.
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. (Lihat Kerusuhan Mei 1998).
B. analisis dan pembahasan
penulis melakukan observasi langsung ke lapangan dan sempat mewawancarai beberapa narasumber tentang masalah kemacetan ini
Berikut adalah kutipan dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber
1. Sekitar jam berapa saja kemacetan terjadi ?
Jawab : Kemacetan terjadi pada jam kerja, yaitu antara jam 6 pagi sampai jam 9 pagi dan jam 4 sore sampai jam 6 sore
2. Biasanya kemacetan disebabkan oleh apa saja, kendaraan pribadi seperi mobil dan motor atau kendaraan umum seperti angkot dan bus ?
Jawab : Kemacetan cenderung disebabkan oleh banyak kendaraan pribadi yang ada dijalan dan juga karena angkutan umu yang yang sembarangan berhenti dipinggir jalan.
3. Biasanya kemacetan terjadi berapa lama ?
Jawab : Kemacetan biasanya terjadi sekitar 5 sampai 15 menit, tergantung jam kemacetannya.
4. Apakah adanya jalur Busway menjadi salah satu penyebab kemacetan ?
Jawab : Secara tidak langsung jalur Busway memang jadi salah satu penyebab kemacetan. Karena jalur Busway mengambil 1 bagian dari jalan yang ada.
5. Bagaiamana cara menghindari kemacetan ?
Jawab : Untuk menghindari kemacetan, kita pertama kali harus menentukan tujuan kita, kemudian mengetahui jalan mana saja yang rawan kemacetan.
6. Upaya pemerintah dalam mengatasi kemacetan ?
Jawab : Upaya pemerintah dalam mengatasi kemacetan yaitu, membangun Jembatan Penyebrangan, membangun jalur Under Pass, membangun jalur Fly Over dan Busway.















BAB V
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk, misalnya Jakarta dan Bangkok.penyebab kemacetan bisa terjadi diantaranya karena Tidak adanya pelebaran jalan, Makin mudahnya seseorang untuk dapat membeli kendaraan,dll.cara mengatasi kemacetan adalah Peningkatan Kapasitas, Keberpihakan Kepada Angkutan Umum, Pembatasan Kendaraan Pribadi.

B. Saran
Masalah kemacetan yang ada di Jakarta merupakan masalah bersama kita, jadi untuk menyelesaikan atau minimal mengurangi masalah kemacetan kita harus menjaga kedisiplinan dalam berlalu-lintas agar kemacetan yang selama ini kita rasakan salama ini dapat berkurang.










Daftar Pustaka

• http://id.shvoong.com/social-sciences/1943355-solusi-kemacetan-jakarta/
• http://id.wikipedia.org/wiki/Kemacetan